Skip to main content

Hadits Ekonomi - Larangan Ketika Menjadi Broker?


Bismillah,,,
Pada kesempatan ini, referensi hadits dengan penuh syukur kembali bisa berbagi sebuah hadits dengan tema yang masih sama yaitu terkait dengan hadits ekonomi. Kali ini tentang broker. Di era milenial seperti saat ini, broker sudah menjadi hal yang sangat lazim ditemui. Bahkan dengan adanya teknologi yang semakin canggih, banyak melahirkan istilah-istilah baru yang mengakar pada definisi yang sama dengan broker. Bagaimana broker dalam pandangan baginda Rasulullah SAW? Apakah diperbolehkan? mari kita simak sebuah hadits yang mengkaji aktivitas broker. Sebuah hadits yang diambil dari kitab shahih bukhari, dengan nomor hadits 2013.



Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Ash-Shaltu bin Muhammad telah menceritakan kepada kami 'Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari 'Abdullah bin Thawus dari Bapaknya dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian songsong (cegat) kafilah dagang (sebelum mereka sampai di pasar) dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa". Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma: "Apa arti sabda Beliau; "dan janganlah orang kota menjual untuk orang desa". Dia menjawab: "Janganlah seseorang jadi perantara (broker, calo) bagi orang kota".
Pada hadits di atas tertulis dua larangan. pertama larangan untuk mencegah kafilah (rombongan) dagang sebelum mereka sampai di pasar. Kedua, larangan orang kota menjual kepada orang desa. Pada larangan pertama, ada pesan bahwa kita dilarang untuk mencegah kafilah dagang sebelum sampai di pasar. Sebagaimana kita ketahui bahwa pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Dipasar pula lah tempat tebentuknya harga. Larangan ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga pasar.
Betul bahwa jika kita membeli langsung sebelum produk masuk di pasar, dan dijual dengan harga pasar, kita bisa mendapatkan harga yang relatif lebih murah. Akan tetapi, untuk kasus tertentu, jika dilakukan oleh banyak orang, maka mekanisme harga akan jauh berubah. Produk yang masuk ke pasar akan jauh lebih sedikit karena sudah berkurang. Jika produk yang ditawarkan sedikit, sementara permintaan pasar banyak, bukan tidak mungkin akan membentuk harga pasar baru, yang jauh lebih tinggi. Pertimbangan lainnya adalah, jika produk belum masuk pasar, maka manfaat dari produk tersebut hanya bisa dirasakan oleh orang-orang tertentu saja yang memiliki akses terhadap penjual yang menjual produk dimaksud. Jika produk ini banyak yang membutuhkan maka akan banyak orang yang dirugikan karena tidak bisa merakasan manfaat dari produk tersebut.
Larangan kedua, yaitu larangan orang kota menjual pada orang desa. Bahkan dalam kalimat setelahnya, dijelaskan bahwa dilarang menjadi broker untuk orang desa. Maksudnya bukan dilarang menjadi broker. Jika dicermati, kondisi perkotaan dengan desa itu berbeda. Akses informasi dipedesaan, cenderung lebih terbatas dibandingkan dengan akses informasi di kota. Dengan kondisi seperti ini, sangat mungkin terjadi penipuan dalam bentuk mark up harga yang tidak wajar. Karna pembeli tidak memiliki informasi terhadap produk yang akan dibelinya, lalu kemudian dimanfaatkan oleh broker untuk menjual produk dengan harga tinggi, maka dalam konteks hadits ini, perbuatan seperti itu dilarang. Jadi poinnya, Islam tidak melarang aktivitas broker. Akan tetapi, jika ada perbuatan yang dilakan ketikan beraktivitas menjadi broker sperti halnya yang terkadung dalam hadits ini, maka kecurangan itulah yang menjadi penyebab larangannya.
wallahua'lam bissawab

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan share atau re-write, dengan mencantumkan link aslinya.

Popular posts from this blog

Hadits Ekonomi - Larangan Dua Akad dalam Satu Transaksi

Bismillah... Dengan penuh syukur, alhamdulillah pada kesempatan ini kami bisa kembali berbagi sebuah referensi hadits . Hadits yang kami share melalui postingan kali ini masuk dalam kategori hadits ekonomi . Dalam berbagai literasi dinyatakan bahwa hadits , merupakan referensi utama yang menjelaskan konteks setiap ayat dalam Al Qur’an. Semoga, setiap hadits yang kami bagikan bermanfaat untuk memupuk keimanan, memberikan wawasan kehidupan yang sesuai dengan perkataan, perbuatan, dan atau permakluman Rasulullah SAW. Pernah mendengar istilah “larangan dua akad dalam satu transaksi”? Hadits berikut merupakan salah satu sumber yang melatarbelakangi larangan dua akad dalam satu transaksi. Banyak perdapat bermunculan ketikan menginterretasikan malikat dua akad dalam satu transaksi. Apakah seudah sesuai konteksnya? Atau malah nalar yang lebih dominan daripada konteks kasus yang terjadi pada zaman Rasulullah? Mari kita pelajari hadits dibawah ini, sebagai acuan dalam memahami maksud dari dua

Hadits Ekonomi - Larangan Jual Beli Gharar dan Ijon

Bismillah... Dengan penuh syukur, alhamdulillah pada kesempatan ini kami bisa kembali berbagi sebuah referensi hadits . Hadits yang kami share melalui postingan kali ini masuk dalam kategori hadits ekonomi . Dalam berbagai literasi dinyatakan bahwa hadits , merupakan referensi utama yang menjelaskan konteks setiap ayat dalam Al Qur’an. Semoga, setiap hadits yang kami bagikan bermanfaat untuk memupuk keimanan, memberikan wawasan kehidupan yang sesuai dengan perkataan, perbuatan, dan atau permakluman Rasulullah SAW. Untuk mendapatkan keuntungan berlimpah, banyak hal yang dilakukan para penjual. Mulai dari hal yang masuk akal, hingga hal yang tidak masuk akal. Pada zaman rasulullah pun, sering ditemui prilaku penjual yang tidak masuk akal. Mulai dari wajib beli ketika menyentuh produk yang dijual. Jual produk, baru ditakar, serta banyak hal lainnya. Tentu saja, jika berpotensi merugikan salah satu pihak, maka praktek jual beli terbesut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diperjuan

Hadits Penjelasan QS At Taubah ayat 108

Puji syukur hanya untuk Allah SWT , Shalawat serta salam semoga terus menghiasi setiap desah nafas umat Rasulullah, Habiballah, Nabiallah Muahammad SAW. Pada kesempatan ini, Referensi Hadits membahas mengenai penjelasan/latar belakang Hadits Penjelasan QS At Taubah ayat 108 . Pendekatan yang digunakan ialah metode tafsir bil ma'tsur . Yaitu sebuah metode tafsir, dengan menggunakan nash lain baik itu berupa ayat, hadits, kutipan pernyataan sahabat atau tabiin, yang memiliki keterkaitan dengan ayat yang akan ditafsirkan. Nash yang digunakan pada tema ini, yaitu sebuah hadits yang terkodifikasi dalam kitab Shahih Bukhari dengan nomor 4308. Hadits ini juga terdapat dalam kitab Fathul Bari dengan nomor hadits 4676. Sebelum menyajikan hadits dimaksud, mari kita telaah terlebih dahulu Qur'an Surat At Taubah ayat 108 berikut ini: Artinya:  Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak