Alhamdulillah, pada kesempatan ini saya bisa kembali berbagi sebuah hadits yang mudah-mudahan bisa kita pahami maknanya, menjadi obat hati sekaligus sebagai sarana untuk menyiaminya, sehingga bisa mempertebal keimanan kita kepada Allah SWT melalui pesan-pesan yang disampaikan oleh baginda Rasulullah Muhammad SAW. Dalam kesempatan ini, melalui blog Berbagi Hadits Tiap Hari pada kategori Hadits Qudsi, saya akan berbagi sebuah hadits yang diberi judul “Hak Prerogatif "Allah" dalam Memberikan Karunia-Nya”. Mengapa diberi judul seperti itu? Mari kita simak hadits di bawah ini!
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah Al Uwaisi berkata, telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Sa'ad dari Ibnu Syihab dari Salim bin 'Abdullah dari Bapaknya ia mengabarkan kepadanya, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya keberadaan kalian dibandingakan ummat-ummat sebelum kalian seperti masa antara shalat 'Ashar dan terbenamnya matahari. Ahlu Taurat diberikan Kitab Taurat, kemudian mereka mengamalkannya hingga apabila sampai pertengahan siang hari mereka menjadi lemah (tidak kuat sehingga melalaikannya). Maka mereka diberi pahala satu qirath satu qirath. Kemudian Ahlu Injil diberikan Kitab Injil, lalu mereka mengamalkannya hingga waktu shalat 'Ashar, dan mereka pun melemah. Maka merekapun diberi pahala satu qirath satu qirath. Sedangkan kita diberikan Al Qur'an, lalu kita mengamalkannya hingga matahari terbenam, maka kita diberi pahala dua qirath dua qirath. kedua Ahlul Kitab tersebut berkata, 'Wahai Rabb kami, bagaimana Engkau memberikan mereka dua qirath dua qirath dan Engkau beri kami satu qirath satu qirath. Padahal kami lebih banyak beramal! ' Beliau melanjutkan kisahnya: "Maka Allah 'azza wajalla bertanya: 'Apakah Aku menzhalimi sesuatu dari bagian pahala kalian? ' Mereka menjawab, 'Tidak'. Maka Allah 'azza wajalla berfirman: 'Itulah karunia-Ku yang Aku berikan kepada siapa yang Aku kehendaki'."
Ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk memahami kandungan hadits di atas. Saya memahami bahwa Ahlu Taurat, Ahlu Injil, dengan Ahlu Qur'an merupakan satu kesatuan seperti halnya mata rantai. Dilihat dari prosesnya, Qur'an merupakan penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Disiplin ilmu apapun yang digunakan, terkait dengan sebuah proses, maka proses terakhirlah yang harus digunakan. Begitu juga dengan kitabullah, yang harus digunakan adalah kitabullah terakhir, kitabullah penyempurna, yaitu kitab suci Al Qur'an.
Dalam hadits di atas, saya memahami ada perbedaan perlakuan yang Allah tunjukan kepada Ahlu Taurat, Ahlu Injil, dan kepada Ahlu Qur'an. Dimana disana digambarkan bahwa masa Ahlu Taurat itu dika digambarkan dalam hari, masanya pagi hingga siang. Masa ahlu Injil itu seperti masa siang hingga waktu ashar. sedangkan masa ahlu Qur'an itu seperti masa waktu ashar hingga terbenam matahari. Jika dilihat dari waktunya, masa Ahlu Qur'an merupakan masa paling singkat dibandingkan dengan masa-masa umat sebelumnya. Akan tetapi, Allah memberikan nilai lebih bagi ahlu Qur'an dibandingkan dengan ummat sebelumnya, yang dalam konteks hadits ini disebutkan bahwa ahlu Taurat mendapatkan 1 (satu) qirath, ahlu Injil mendapat 1 (satu) qirath, sedangkan ahlu Qur'an mendapat pahala 2 Qirath. Secara matematis, tentu seharusnya ahlu Qur'an mendapat pahala yang lebih sedikit dari umat sebelumnya, mengingat masa yang lebih sedikit juga. Akan tetapi, dalam hal ini tidak berlaku.
Menurut saya, poin utama dari hadits di atas tidak pada pembedaan perlakuan Allah terhadapn umatNYA. Pembedaan yang dipaparkan dalam hadits di atas, hanya merupakan gambaran untuk menjelaskan mengenai Hak "prerogatif" Allah dalam memberikan karunianya. Pemberian pahala lebih kepada Ahlu Qur'an, tidak bisa dipahami sebagai perlakuan sebuah khusus untuk ahlu Qur'an. Karena pada dasarnya, kadar kimanan lah yang menjadi tolak ukur keridhaan Allah. Akan tetapi, kita jangan lupa bahwa ada untuk Karunia yang bisa Allah berikan kepada siapa saja yang IA kehendaki. Dalam hal ini, saya memahami bahwa salah satu hikmah dari hadits qudsi ini adalah sebagai refenesi, sebagai pegangan bagi kita, agar kita berserah diri, tidak sombong dengan ibadah yang dita lakukan. Betul bahwa setiap ibadah yang kita lakukan akan diperhitungkan (lihat:), akan tetapi kita harus ingat bahwa ada unsur lain yang mungkin bisa menjadikan ibadah yang telah kita lakukan menjadi tidak berarti. Yaitu karunia dari Allah SWT.
Keimanan merupakan modal utama yang bisa mengantarkan pada kebahagiaan baik di dunia, maupun di akhirat. Keimanan juga merupakan kunci yang bisa membuka tabir serta sarana untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Karenanya, jika kita ingin mendapat keridhaanNYA, sekaligus ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, langkah yang harus diambil salah satunya yaitu dengan mempertebal keimanan. Tebalnya iman, bisa melindungi kita dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami. Semoga, hadits yang didalamnya mengandung informasi bahwa “Hak Prerogatif "Allah" dalam Memberikan Karunia-Nya”, bisa menjadi salah satu sarana bagi kita dalam upaya mempertebal keimanan kepada Allah SWT serta terhadap seluruh nilai-nilai yang terkandung dalam syari’at yang disampaikan melalui baginda Rasulullah SAW.
Dalam hadits di atas, saya memahami ada perbedaan perlakuan yang Allah tunjukan kepada Ahlu Taurat, Ahlu Injil, dan kepada Ahlu Qur'an. Dimana disana digambarkan bahwa masa Ahlu Taurat itu dika digambarkan dalam hari, masanya pagi hingga siang. Masa ahlu Injil itu seperti masa siang hingga waktu ashar. sedangkan masa ahlu Qur'an itu seperti masa waktu ashar hingga terbenam matahari. Jika dilihat dari waktunya, masa Ahlu Qur'an merupakan masa paling singkat dibandingkan dengan masa-masa umat sebelumnya. Akan tetapi, Allah memberikan nilai lebih bagi ahlu Qur'an dibandingkan dengan ummat sebelumnya, yang dalam konteks hadits ini disebutkan bahwa ahlu Taurat mendapatkan 1 (satu) qirath, ahlu Injil mendapat 1 (satu) qirath, sedangkan ahlu Qur'an mendapat pahala 2 Qirath. Secara matematis, tentu seharusnya ahlu Qur'an mendapat pahala yang lebih sedikit dari umat sebelumnya, mengingat masa yang lebih sedikit juga. Akan tetapi, dalam hal ini tidak berlaku.
Menurut saya, poin utama dari hadits di atas tidak pada pembedaan perlakuan Allah terhadapn umatNYA. Pembedaan yang dipaparkan dalam hadits di atas, hanya merupakan gambaran untuk menjelaskan mengenai Hak "prerogatif" Allah dalam memberikan karunianya. Pemberian pahala lebih kepada Ahlu Qur'an, tidak bisa dipahami sebagai perlakuan sebuah khusus untuk ahlu Qur'an. Karena pada dasarnya, kadar kimanan lah yang menjadi tolak ukur keridhaan Allah. Akan tetapi, kita jangan lupa bahwa ada untuk Karunia yang bisa Allah berikan kepada siapa saja yang IA kehendaki. Dalam hal ini, saya memahami bahwa salah satu hikmah dari hadits qudsi ini adalah sebagai refenesi, sebagai pegangan bagi kita, agar kita berserah diri, tidak sombong dengan ibadah yang dita lakukan. Betul bahwa setiap ibadah yang kita lakukan akan diperhitungkan (lihat:), akan tetapi kita harus ingat bahwa ada unsur lain yang mungkin bisa menjadikan ibadah yang telah kita lakukan menjadi tidak berarti. Yaitu karunia dari Allah SWT.
Keimanan merupakan modal utama yang bisa mengantarkan pada kebahagiaan baik di dunia, maupun di akhirat. Keimanan juga merupakan kunci yang bisa membuka tabir serta sarana untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Karenanya, jika kita ingin mendapat keridhaanNYA, sekaligus ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, langkah yang harus diambil salah satunya yaitu dengan mempertebal keimanan. Tebalnya iman, bisa melindungi kita dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami. Semoga, hadits yang didalamnya mengandung informasi bahwa “Hak Prerogatif "Allah" dalam Memberikan Karunia-Nya”, bisa menjadi salah satu sarana bagi kita dalam upaya mempertebal keimanan kepada Allah SWT serta terhadap seluruh nilai-nilai yang terkandung dalam syari’at yang disampaikan melalui baginda Rasulullah SAW.
Comments